oleh

INVESTIGASI: Jalur Uang dan Jaringan Mafia Tambang Pasir di Lingga, Warga Lokal Hanya Jadi Korban di Tanah Sendiri

RavaNews.online|Lingga Investigasi di lapangan mengungkap pola kerja tambang pasir ilegal di Kabupaten Lingga yang diduga dikuasai jaringan mafia tambang lintas daerah. Aktivitas ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga menguras kekayaan alam Lingga hingga ratusan juta rupiah per hari, nyaris tanpa manfaat nyata bagi masyarakat lokal. Minggu, 10 Agustus 2025.

🔍 Pola Kendali Mafia
Berdasarkan keterangan narasumber di lapangan, tambang-tambang ini dikelola oleh segelintir pengusaha dari luar daerah yang memiliki akses permodalan besar dan jaringan distribusi kuat. Mereka memanfaatkan perantara lokal untuk mengamankan lahan, membayar “uang koordinasi” kepada oknum tertentu, dan memastikan operasi tetap berjalan meski berstatus ilegal atau semi-ilegal.

🚛 Alur Distribusi Pasir

Lokasi Tambang → Pelabuhan Darurat: Pasir diangkut menggunakan dump truck kapasitas 8–10 ton menuju titik bongkar muat di pinggir pantai atau pelabuhan tak resmi.

Pengiriman ke Luar Daerah: Dari pelabuhan, pasir diangkut menggunakan tongkang ke wilayah lain, termasuk Batam dan Singapura.

Pasar Akhir: Pasir digunakan untuk proyek reklamasi dan konstruksi bernilai tinggi.

💰 Jalur Uang
Dari perhitungan di lokasi:

Rata-rata 50–70 truk keluar setiap hari.

Harga jual pasir di lokasi tambang: Rp150.000–Rp200.000 per ton.

Potensi omzet harian: Rp60 juta–Rp140 juta.

Sebagian besar uang mengalir ke pengusaha luar, jaringan distribusi, dan oknum pelindung.

Masyarakat lokal hanya menerima imbalan kecil dari pekerjaan kasar seperti sopir atau buruh bongkar, tanpa pengelolaan jangka panjang.

🌱 Dampak Lingkungan
Kerusakan terpantau jelas:

Hutan gundul, tanah terbuka, dan gundukan pasir.

Pohon-pohon mati di tepi galian akibat perubahan ekosistem.

Air tanah dan sungai sekitar berwarna keruh, indikasi sedimentasi berat.

Potensi kehilangan lahan produktif permanen jika reklamasi tidak dilakukan.

📢 Tuntutan Warga
Warga Lingga mendesak pemerintah daerah, KLHK, dan aparat penegak hukum bertindak tegas memutus jaringan mafia ini. Mereka menuntut:

1. Penertiban tambang ilegal.

2. Pengusutan aliran uang dan pihak-pihak yang terlibat.

3. Pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat lokal.

“Ini tanah kami, hutan kami, laut kami. Kami tidak mau hanya diwarisi kerusakan sementara uangnya dibawa pergi oleh mafia tambang,” tegas salah satu tokoh masyarakat.

Jika pola ini dibiarkan, dalam hitungan tahun Lingga akan kehilangan bentang alamnya, dan masyarakat tempatan hanya akan menjadi saksi bisu hilangnya kekayaan kampung mereka.

\ Get the latest news /

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *